![]() |
RUMAH KEDIAMAN DINAS BUPATI & GUEST HOUSE |
Sehingga bagaimana kalau sumber migas tersebut dalam jangka waktu 10 atau 15 tahun kedepan sudah habis terkuras dan tidak menghasilkan lagi. Bukankah rakyat akan menjadi lebih miskin dan lebih menderita?
Nah, adanya keprihatinan masyarakat terhadap fenomena kepemimpinan daerah selama ini (bupati-bupati yang pernah menjabat). Yang terkesan kurang mengedepankan kepentingan rakyat banyak. Walaupun yang menjadi “jualan“ biasaya demi kepentingan rakyat banyak, tapi dibalik itu semua mereka bermain untuk kepentingan pribadi atau kroni-kroninya.
Terkesan juga mereka lebih mengutamakan kepentingan jangka pendek ketimbang kepentingan rakyat banyak dalam jangka panjang. Sebagai kesimpulan sementara, maka permasalahannya terletak pada sejauh mana kualitas kepemimpinan seorang bupati sebagai seorang “top manager didaerahnya”.
Dalam kaitannya dengan Pilkada 2011 tersebut, seyogyanya dipilih bupati yang lebih berkualitas, yang dapat melakukan perobahan kearah yang lebih adil dan sejahtera dimasa-masa mendatang, sepanjang rekruitmen kandidatnya dilakukan secara benar, jujur, transparan dsb.
Karena itu,kata kuncinya Pilkada 2011 di Muba harus merupakan titik awal dan moment penting untuk melakukan perubahan dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Muba kedepan. Kalau tidak, maka berarti kita telah membuang-buang energy dengan sia-sia karena Pilkada diselenggarakan dengan biaya yang relative besar yang nota bene nya dari uang rakyat, dan dalam jangka waktu yang relative lama.
Karena itu, menjadi tragis jika pengorbanan yang demikian besar pada akhirnya tidak menghasilkan mashlahat dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat tapi sebaliknya justru menghasilkan mudhorat bagi masyarakat berupa pemimpin yang tidak amanah, penuh KKN dan mengabaikan kepentingan masyarakat yang dipimpinnya.
Atas dasar itu, maka seharusnya masyarakat dari segenap lapisan (perorangan, Ormas, LSM dll) dapat berpartisipasi aktif dan mengawal setiap tahapan kegiatan Pilkada tersebut mulai dari penetapan kandidat calon, pemungtan suara, perhitungan suara, sampai pelaporan hasil pemungutan suara dst. Tujuannya tidak lain adalah untuk mewujudkan Pilkada yang jujur dan adil yang mashlahat bagi masyarakat Muba.
Sebaliknya, apabila Pilkada tidak diselenggarakan dengan jujur dan adil, bahkan dihiasi dengan berbagai kecurangan dan manipulasi, maka Pilkada tersebut pada akhirnya akan membuahkan instabilitas politik didaerah, yang dapat menyengsarakan masyarakat (pembangunan yang tidak berjalan-mandeg, timbul perpecahan dalam masyarakat - saling curiga,fitnah dan lain lain).
Tentu saja hal-hal seperti ini tidak diinginkan. Karena itu, kepada para kandidat yang akan maju dan mencalonkan diri, jauh-jauh hari seharusnya sudah membulatkan tekad, membersihkan hati dan meluruskan niat bahwa mereka maju sebagai calon bupati adalah untuk memperjuangkankan kepentingan rakyat dalam mencapai kesejahteraan dan derajat kehidupan yang lebih baik dari sekarang.
Identifikasi pemimpin yang demikianlah pemimpin yang pro rakyat dan bukan sekedar pemimpin yang mencari kekuasaan untuk mencari keuntungan pribadi dan kroni-kroninya.
Mungkinkah dari Pilkada 2011 akan muncul?
Goodness of fit antara sosio cultural masyarakat Muba yang terangkum dalam sesanti”Serasan Sekate”dengan kriteria pemimpin yang pro rakyat yakni pemimpin yang amanah terurai diatas. Kalau disederhanakan maka pemimpin yang pro rakyat adalah pemimpin yang “serasan sekate” dengan rakyatnya. Artinya, kandidat bupati yang dapat memenuhi dan melakukan hal tersebut, ditenggarai bakal dapat diterima masyarakat Muba sebagai pemimpinnya. Dengan demikian, Insya Allah dia menjadi pemimpin yang legitimate, yang kepemimpinannya membumi dimasyarakat Muba. Akan tetapi , mungkinkah hal tersebut dapat dengan mudah terwujud sementara system Pilkada yang berlaku seperti sekarang?
Dari uraian diatas, kiranya dapat disimpulkan bahwa dengan system Pilkada yang berlaku seperti sekarang ini ditunjang kondisi masyarakat pemilih pada umumnya, serta ketersediaan SDM calon pemimpin daerah yang kiranya dapat memenuhi kriteria yang digariskan diatas, maka cukup pesimis untuk dapat menemukan pemimpin daerah yang amanah (pro rakyat) atau paling tidak yang mendekati itu dari Pilkada Muba 2011 yang akan datang ini.
Masalahnya sekali lagi, disamping karena system Pilkada yang berlaku seperti sekarang ini dengan berbagai implikasinya, masalah SDM calon kepala daerah/bupati, dan pada sisi lain yang tidak kalah pentingnya persepsi dan orientasi dari para calon/kandidat terhadap jabatan, masih belum bergeser dari kekuasaan kepada pengabdian. Kekuasaan masih dipandang sebagai peluang yang memberikan kesempatan untuk mendapatkankan kekayaan,fasilitas dan lainnya. Pada hal, seharusnya mereka tidak boleh lupa bahwa “power tend to corrupt”! kekuasaan cendrung kepada korupsi. Korupsi dapat berakhir dipenjara.(*)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan dan Atensi Anda